PINUSI.COM - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mengecam pendukung Prabowo-Gibran yang melaporkan pendukung pasangan calon lain dan penyelenggara Pemilu, mencatat adanya enam laporan polisi yang dilakukan oleh mereka.
Pada awal Januari 2024, koalisi mencatat bahwa pendukung paslon 02 yang didukung oleh pemerintah berkuasa telah melaporkan beberapa kasus ke polisi. Menurut koalisi, tindakan ini dianggap tidak tepat dan termasuk dalam ranah kriminalisasi.
Koalisi ini terdiri dari tujuh organisasi sipil, termasuk Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI), Imparsial, Amnesty Internasional Indonesia, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), dan Centra Initiative.
Beberapa kasus melibatkan pelaporan terhadap tokoh seperti Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Aiman Witjaksono, komika Aulia Rakhman, dan capres Anies Baswedan, yang dianggap koalisi sebagai upaya kriminalisasi terhadap masalah Pemilu 2024.
Koalisi Masyarakat Sipil menyayangkan penggunaan pasal-pasal yang dianggap 'karet' dan sangat anti-demokrasi, seperti pencemaran nama baik, penyebaran berita bohong, dan penodaan agama. Mereka menegaskan bahwa masalah-masalah semacam itu seharusnya dilihat sebagai kegiatan sosialisasi dan kampanye Pemilu, yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UUD 1945.
Koalisi berpendapat bahwa setiap dugaan pelanggaran Pemilu seharusnya dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan keterlibatan kepolisian dalam masalah ini dianggap merugikan demokrasi dan kebebasan sipil. Mereka menekankan bahwa hanya tindak pidana murni di luar konteks kegiatan sosialisasi dan kampanye Pemilu yang seharusnya dilaporkan langsung ke pihak kepolisian.
Oleh karena itu, koalisi masyarakat sipil meminta agar Presiden Joko Widodo dan Kapolri Listyo Sigit Prabowo menghentikan semua proses hukum yang terkait dengan kegiatan Pemilu 2024, menganggapnya sebagai tindakan yang dapat merugikan demokrasi dan kebebasan sipil. (*)