PINUSI.COM - Pemerintah Ekuador menetapkan keadaan darurat, sebagai respons terhadap aksi teror dari geng kriminal yang mengguncang negara tersebut.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) memastikan tidak ada warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban dalam insiden tersebut.
"Berdasarkan komunikasi dengan komunitas WNI, hingga saat ini tidak ada WNI yang menjadi korban," kata Direktur Perlindungan WNI dan BHI Kemlu Judha Nugraha, Jumat (12/1/2024).
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Quito mencatat, terdapat 48 WNI yang saat ini berada di Ekuador.
Mereka sebagian besar adalah para paderi atau misionaris yang berada di wilayah terpencil di luar Guayaquil.
Sejumlah lainnya adalah staf dan keluarga KBRI yang tinggal di ibu kota, Quito.
"KBRI juga telah memantau kondisi WNI di Guayaquil."
"Satu WNI perempuan yang tinggal di wilayah tersebut saat ini tidak berada di Equador," tambah Judha.
KBRI terus menjalin komunikasi dengan para WNI, dan mereka telah menyiapkan rencana kontingensi untuk mengantisipasi eskalasi situasi yang mungkin terjadi.
Pemerintah Ekuador menyatakan keadaan darurat pada 8 Januari 2024, menyusul kerusuhan di wilayah Guayaquil yang melibatkan kelompok geng bersenjata.
Presiden Ekuador Daniel Noboa menyatakan perang terhadap kartel narkoba, setelah gelombang kekerasan yang berlangsung selama tiga hari, di mana geng-geng tersebut terlibat bentrokan dengan angkatan bersenjata.
Bentrokan bersenjata telah menyebabkan 11 orang tewas, dan otoritas melaporkan tindakan kekerasan seperti pembakaran kendaraan, blokade jalan, dan serangan bom di beberapa provinsi.
Gelombang kekerasan dipicu oleh kaburnya Jose Adolfo Macias, atau dikenal sebagai 'El Fito,' pemimpin 'Los Choneros.
Kelompok ini dikenal sebagai organisasi kekerasan yang menguasai perdagangan narkotika di Ekuador, dan diduga merupakan cabang dari Kartel Sinaloa, sindikat kriminal asal Meksiko. (*)