PINUSI.COM - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memastikan penggunaan bakteri Wolbachia sebagai upaya pengendalian penularan demam berdarah dengue (DBD), terbukti efektif menekan kasus terinfeksi hingga 77 persen.
Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan Kemenkes Ngabila Salama mengatakan, hal tersebut telah teruji sejak 2011 lalu di belasan negara di dunia, yang menerbitkan 10 jurnal penelitian publikasi internasional.
"Wolbachia merupakan inovasi yang baik, aman, efektif, langkah penanganan jangka panjang, serta dapat dipertanggungjawabkan dalam menekan kasus DBD di Indonesia," katanya, Senin (20/11/2023).
Menurut dia, penggunaan Wolbachia bahkan lebih efektif dibandingkan penanganan DBD melalui pengasapan.
Sebab, selain biaya yang relatif lebih mahal, pengasapan juga membuat nyamuk lebih resisten.
"Masyarakat tidak perlu khawatir ketika pada periode awal pelepasan Wolbachia yang membuat populasi nyamuk di lingkungan sekitar menjadi lebih banyak," ujarnya.
Penggunaan Wolbachia, ungkapnya, tidak menjadikan manusia sebagai kelinci percobaan dalam program ini, karena kehadiran bakteri Wolbachia di tubuh nyamuk aedes aegypti tidak akan bisa lagi menularkan virus ketika menggigit manusia.
"Bakteri Wolbachia juga tidak dapat hidup di tubuh manusia, karena merupakan bakteri alamiah untuk serangga yang ramah lingkungan, tidak mengganggu ekosistem dan siklus hidup mikroorganisme lain," jelasnya.
Selama beberapa bulan, kata dia, Wolbachia dapat membuat nyamuk pembawa virus DBD mandul. Sehingga, meskipun tetap menggigit, namun tidak memasukkan virus, dan angka kesakitan bisa turun.
Kemenkes juga telah menebar jentik nyamuk dengan bakteri Wolbachia di lima kota endemis dengue di Indonesia sejak awal 2023, sebagai upaya pencegahan DBD.
Penyebaran jentik nyamuk tersebut dilakukan di 47.251 titik di Kota Semarang, 20.513 titik di kota Bandung, 18.761 titik di Kota Jakarta Barat, 9.751 titik di Kota Kupang, dan 4.917 titik di Kota Bontang. (*)