PINUSI.COM - Perbedaan terdapat dalam aturan cuti antara Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan karyawan swasta. Hak cuti PNS diatur dalam Peraturan BKN Nomor 7 Tahun 2021 yang merupakan perubahan dari Peraturan BKN Nomor 24 Tahun 2017 mengenai Tata Cara Pemberian Cuti bagi Pegawai Negeri Sipil. Sementara itu, aturan cuti bagi karyawan swasta dijelaskan dalam Undang-Undang Cipta Kerja tahun 2023.
1. Cuti Tahunan
PNS memiliki hak untuk memperoleh cuti tahunan sebanyak 12 hari kerja. Untuk mengajukan cuti ini, PNS harus mengikuti prosedur yang terstruktur dengan mengajukan permohonan kepada pejabat yang berwenang dalam lingkungan kerjanya.
Sebaliknya, ketentuan mengenai cuti tahunan bagi karyawan swasta diatur dalam UU Ciptaker, Pasal 79 ayat 3. Menurut pasal tersebut, perusahaan diwajibkan memberikan cuti tahunan setidaknya selama 12 hari kerja. Pemberian cuti ini menjadi kewajiban setelah karyawan swasta telah bekerja secara terus menerus selama 12 bulan atau satu tahun.
2. Cuti Bersama
PNS memiliki hak untuk mendapatkan cuti bersama, yang ditetapkan oleh Presiden. Biasanya, cuti bersama ini diberikan pada saat perayaan Idulfitri, Natal, dan tahun baru. Dalam hal ini, perlu dicatat bahwa cuti bersama untuk PNS tidak akan mengurangi jumlah cuti tahunan yang telah diberikan. Namun, bagi karyawan swasta, terdapat perbedaan praktik terkait cuti bersama.
Pada PNS, pelaksanaan cuti bersama tidak akan mempengaruhi alokasi cuti tahunan yang dimiliki. Di sisi lain, dalam sektor swasta, jumlah cuti akan berkurang jika karyawan mengambil cuti bersama.
Namun, perusahaan yang mempekerjakan karyawannya selama libur cuti bersama harus memberikan upah lembur. Jika ternyata pekerja harus bekerja pada hari cuti bersama, maka peraturan upah lembur akan berlaku.
3. Cuti Sakit
Apabila seorang PNS mengalami sakit selama lebih dari 2 hari hingga maksimal 14 hari, ia berhak mendapatkan cuti sakit dengan cara mengajukannya secara terstruktur kepada pejabat yang memiliki kewenangan memberikan cuti di lingkungan kerja PNS tersebut. Cuti sakit ini biasanya diberikan selama 1 atau 2 hari kerja, dan untuk mendapatkan cuti sakit, seorang PNS harus memberikan laporan kepada atasan dan melampirkan surat keterangan dokter.
Sementara itu, dalam konteks karyawan swasta, aturan cuti sakit masih mengacu pada regulasi yang diatur dalam UU Ciptaker, khususnya dalam Pasal 93 UU Ketenagakerjaan. Pasal tersebut menjelaskan bahwa karyawan yang mengalami sakit sehingga tidak dapat melaksanakan tugas pekerjaannya tetap berhak menerima gaji.
4. Cuti Sakit
Apabila seorang PNS mengalami sakit selama lebih dari 2 hari hingga maksimal 14 hari, ia berhak mendapatkan cuti sakit dengan cara mengajukannya secara terstruktur kepada pejabat yang memiliki kewenangan memberikan cuti di lingkungan kerja PNS tersebut. Cuti sakit ini biasanya diberikan selama 1 atau 2 hari kerja, dan untuk mendapatkan cuti sakit, seorang PNS harus memberikan laporan kepada atasan dan melampirkan surat keterangan dokter.
Sementara itu, dalam konteks karyawan swasta, aturan cuti sakit masih mengacu pada regulasi yang diatur dalam UU Ciptaker, khususnya dalam Pasal 93 UU Ketenagakerjaan. Pasal tersebut menjelaskan bahwa karyawan yang mengalami sakit sehingga tidak dapat melaksanakan tugas pekerjaannya tetap berhak menerima gaji.
5. Cuti Melahirkan
Seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) berhak memperoleh cuti melahirkan untuk persalinan anak pertama, kedua, dan ketiga. Namun, untuk persalinan anak keempat dan seterusnya, PNS akan mendapatkan cuti di luar tanggungan negara. Durasi cuti melahirkan untuk PNS adalah selama 3 bulan, terdiri dari 1 bulan sebelum persalinan dan 2 bulan setelah persalinan.
Karyawan swasta juga memiliki hak untuk mendapatkan cuti melahirkan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan, khususnya dalam Pasal 82 ayat 1. Menurut ketentuan tersebut, karyawan perempuan berhak mendapatkan cuti selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan setelah melahirkan, yang ditentukan berdasarkan perhitungan dari dokter kandungan atau bidan.
Selain cuti melahirkan, UU Ciptaker juga mengakui hak cuti haid bagi karyawan swasta perempuan, sebagaimana diatur dalam Pasal 81 UU Ketenagakerjaan. Pekerja perempuan yang merasa sakit selama masa haid dan memberitahukannya kepada pengusaha tidak diwajibkan untuk bekerja pada hari pertama dan kedua saat haid.
Karyawan swasta perempuan juga berhak mendapatkan cuti apabila mengalami keguguran. Ketentuan ini tetap sejalan dengan UU Nomor 13 tahun 2003 Pasal 82 ayat 2, yang menyatakan bahwa pekerja perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak mendapatkan istirahat selama 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dari dokter kandungan atau bidan. (*)