PINUSI.COM - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan, pemerintah bakal memberikan bantuan langsung tunai (BLT) untuk memitigasi risiko pangan.
Bantuan tersebut bakal diberikan padaJanuari hingga Maret 2024, dan akan dievaluasi setiap tiga bulan sekali.
Besaran BLT yang dialokasikan pemerintah sebesar Rp200.000 per bulan. Namun, penyalurannya dilakukan langsung.
Berikut ini tigafakta BLT:
1. Besaran BLT Rp200.000/bulan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, besaran BLT sebesar Rp200.000 per bulan.
Bantuan tersebut akan menyasar 18,8 juta rumah tangga penerima manfaat (KPM).
"Bantuan langsung tunai dengan judul mitigasi risiko pangan untuk tiga bulan, dan itu akan dievaluasi tiga bulan lagi."
"Dan 3 bulan pertama diberikan Februari, yang besarnya Rp200 ribu per bulan," kata Airlangga dalam konferensi pers hasil High Level Meeting (HLM) Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) di kantornya, Jakarta Pusat, Senin (29/1/2024).
2. Disalurkan Serentak
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, BLT akan disalurkan serentak pada Februari 2024 sebesar Rp600.000.
Program tersebut memiliki anggaran sebesar Rp11,25 triliun.
"Kalau untuk 3 bulan itu Rp 11,25 (triliun) untuk 18,8 juta KPM, untuk periode Januari-Februari-Maret. (Cair Februari) 3 bulan sekaligus," terang Sri Mulyani dalam kesempatan yang sama.
3. Sumber APBN
Febrrio Kacaribu, Direktur Biro Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan mengatakan, anggaran BLT bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Sebagian besar sudah ada di APBN, tetapi ini memang ada beberapa perubahan-perubahan yang mungkin sifatnya merespons kondisi yang ada di masyarakat dan global," ujar Febrio.
Febrio menjelaskan, selama beberapa tahun terakhir, APBN dirancang sebagai shock absorber untuk menopang perekonomian dan melindungi masyarakat dari kenaikan harga pangan dan energi global.
Lalu, bagaimana APBN memenuhi kebutuhan anggaran yang ada dan tidak terduga?
"Tentunya kita akan carikan, dan itu APBN akan tetap bisa fleksibel, dan ini memang tentunya bagian dari strategi kita untuk mengelola APBN itu fleksibel."
"Jadi memang kita selalu siapkan seperti beberapa tahun terakhir, kita selalu menggunakan shock absorber."
"Kalau ada kebutuhan di masyarakat yang disebabkan oleh gejolak yang kita lihat terjadi di pasar global misalnya, APBN-nya bisa tetap siap," beber Febrio. (*)