PINUSI.COM - Eks Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menilai, usulan hak angket untuk menidaklanjuti dugaan kecurangan Pemilu 2024, hanya gertakan.
Cendekiawan muslim itu mengatakan, usulan interpelasi yang digulirkan calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo itu, jelas tidak bisa direalisasikan. Alasannya, waktunya terlalu mepet.
Jimly mengatakan, serah terima jabatan dari pemerintahan sekarang ke presiden dan wakil presiden terpilih hanya tinggal 8 bulan, sedangkan penggunaan hak angket memakan waktu panjang, lebih dari 8 bulan. Jadi, menurut Jimly, usulan Ganjar mustahil dilaksanakan
"Hak angket itu kan penyelidikan, ya waktu kita 8 bulan ini sudah enggak sempat lagi ini, cuma gertak-gertak politik saja," kata Jimly kepada wartawan, Kamis (22/2/2024).
Usulan penggunaan hak angket itu diinisiasi Ganjar di tengah penghitungan suara, di mana dalam hitung cepat berbagai lembaga, pasangan Prabowo-Gibran unggul jauh.
Bahkan, pasangan ini disebut-sebut dapat menutup Pilpres 2024 dengan kemenangan satu putaran.
Di sisi lain, Ganjar bersama cawapresnya, Mahfud MD, terkunci di urutan paling buncit dengan perolehan suara paling sedikit.
Ganjar-Mahfud bahkan tak berdaya mengejar ketertinggalan perolehan suara dari Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, yang berada di posisi ke dua.
Ganjar lantas menuding ada kecurangan pemilu, namun dirinya sama sekali tak menujukan bukti.
Terkait tudingan itu, Jimly mengatakan proses pemilu yang berjalan di luar peraturan tak semuanya dikategorikan sebagai kecurangan, apalagi sampai menuding pemerintah ikut campur mengatur kecurangan itu.
Hal-hal teknis yang terjadi di lapangan, lanjut Jimly, tak hanya merugikan atau menguntungkan satu pasangan calon saja, namun berimbas pada semua kontestan Pilpres 2024.
"Ada kasus di sana itu menguntungkan paslon 1, ada kasus di sana itu menguntungkan paslon 2, tapi di sebelah sana ada lagi 3."
"Jadi itu tidak bisa dituduh terstruktur langsung dari atas ada perintah, enggak," paparnya. (*)