PINUSI.COM, Jakarta - Hadapi resesi pada tahun 2023, pemerintah melalui Kementerian Bidang Perekonomian optimistis pertumbuhan ekonomi di Indonesia tetap stabil bahkan dapat mencapai target 5,2% pada tahun 2022 yang nantinya diproyeksikan sebesar 5,3% pada tahun 2023, Jumat (09/12/2022).
Sebelumnya pada bulan Oktober 2022 lalu, International Monetary Fund (IMF) merevisi pertumbuhan ekonomi global hanya sebesar 3,2% dan proyeksi tahun 2023 sebesar 2,7%. Dimana untuk harga komoditas, khususnya energi dan pangan memiliki eskalasi yang tinggi dan menjadi sangat volatile hingga menyebabkan tekanan inflasi yang tinggi semakin persisten di berbagai negara.
Namun untuk tingkat inflasi di Indonesia sendiri masih dalam kondisi stabil yakni pada level 5,42% (yoy) per November 2022.
BACA LAINNYA : Jelang Libur Nataru Banyak Bencana, Sandiaga Uno Imbau Wisatawan Waspada!
“Berbagai kondisi tantangan di global ini, Pemerintah sudah cukup siap untuk mengantisipasi. Kita lihat pertumbuhan ekonomi kita di tahun 2022, sampai Q3-2022 masih 5,72%.Di tahun 2023, dari beberapa indikator makro kemudian leading indicator, kami masih yakin bisa di atas 5%. Tapi kita juga masih lebih baik dibanding sebagian besar negara lain,” ungkap Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso melalui virtual pada Inspirato Sharing Session Liputan6.com dengan tema “Jadikan G20 Bali Leaders Declaration Pijakan Ekonomi Bangkit” pada Jumat (9/12).
Sesmenko Susiwijono juga mengatakan dalam hasil KTT G20 yakni G20 Bali Leaders’ Declaration menjadi solusi kolektif bagi berbagai tantangan global. Dimana dari keberhasilan KTT G20 Indonesia mengindikasikan pulihnya kepercayaan dunia pada multilateralisme dalam menyelesaikan masalah dunia, meningkatkan kepercayaan terhadap kepemimpinan dunia, serta meneguhkan komitmen negara-negara terhadap isu yang paling mendesak bagi masyarakat global.
BACA LAINNYA : Besaran Tarif Denda Tilang Menurut Undang-Undang
Indonesia juga termasuk yang banyak menerima benefit dalam penyelenggaraan Presidensi G20, yakni seperti komitmen pendanaan infrastruktur berkualitas dari Amerika Serikat melalui skema Partnership for Global Infrastructure and Investment (PGII) dengan total dana sebesar USD600 miliar dan komitmen pendanaan percepatan dekarbonisasi dari negara G7 untuk pengembangan kendaraan listrik, teknologi, dan penghentian dini pembangkit listrik berbasis fosil di Indonesia melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP) sebesar USD20 miliar.
“Beberapa program komitmen investasi tersebut, terutama transisi energi itu nilainya besar sekali. Dampaknya langsung maupun tidak langsung ke semua sektor, tidak hanya ke sektor teknis yang menjadi komitmen di dalam pembiayaan itu. Multiplier effect-nya ke sektor yang lain,” ujar Sesmenko Susiwijono.
Editor : Cipto Aldi