Wedding organizer mesti berhati-hati memilih tema promosi, berpikir sebelum mempublikasi.
PINUSI.COM – Bagi wedding organizer--penyedia jasa penyelenggara acara pernikahan--kegiatan promosi perlu, demi mendapatkan klien agar roda bisnis bisa berputar. Tapi, harus cermat dan bijak saat meramu bahasa promosi, karena jika salah bisa fatal akibatnya bahkan berurusan dengan hukum. Seperti yang Aisha Wedding alami.
Promosi yang terpublikasi di situs resminya, www.aishawedding.com, bikin geger jagat maya dan sempat jadi buah bibir para warganet. Lantaran, bahasa promosi perusahaan seperti memberi anjuran kepada perempuan muslim untuk menikah muda, pada kisaran usia 12-21 tahun.
Lebih dari itu, situs ini juga mengajak perempuan muslim untuk menikah siri dan menerima poligami. Tidak terhenti di situ, kontroversi lainnya, situs ini menyebut perempuan sebagai beban orang tua sekaligus menyarankan segera menikah demi meringankan beban itu, alasannya karena tugas perempuan adalah melayani kebutuhan suaminya.
Tidak hanya warganet, pemerintah pun juga bereaksi atas kontroversi ini. Pemerintah menilai, promosi bisnis seperti ini telah menciderai kampanye Gerakan Bersama Pencegahan Perkawinan Anak, yang intensif pemerintah lakukan melalui Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) hingga ke tingkat desa.
Pemerintah melalui Kemen PPPA menegaskan, promosi Aisha Weddings telah melanggar dan mengabaikan fakta yang menunjukkan bahwa anak sering menjadi korban kekerasan dan eksploitasi seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 17 tahun 2016.
“Tidak hanya pemerintah, tetapi masyarakat luas juga resah karena Aisha Weddings telah mempengaruhi pola pikir anak muda, bahwa menikah itu mudah, padahal pernikahan di Indonesia sudah jelas tertuang dalam Undang-Undang Perkawinan Nomor 16 tahun 2019 yang menyebutkan Perkawinan dapat izin apabila perempuan dan laki-laki sudah berumur 19 tahun," protes Menteri PPPA Bintang Puspayoga, sebagaimana tertulis di pers yang redaksi terima, Rabu (10/2/2021).
Lebih lanjut dia katakan, pihaknya akan mempelajari kasus ini dan melakukan koordinasi dengan pihak-pihak terkait, agar ada penyelidikan lebih lanjut. Dia menengarai ada potensi anak-anak dan remaja menjadi target tindakan pelanggaran hukum lainnya, seperti ekspolitasi seksual ekonomi kepada anak hingga perdagangan anak.
Bintang pun turut mengajak setiap pihak dan masyarakat untuk bersama-sama memiliki kepedulian dan sensitif terhadap isu anak karena anak adalah generasi penerus bangsa ini. “Kami mengajak semua pihak untuk lebih intensif mencegah perkawinan anak agar semua anak Indonesia terlindungi," tutup dia.
Aktivis sekaligus advokat Sahabat Milenial Indoneia (SAMINDO)-SETARA Institute, Disna Riantina menyebut, isi promosi situs Aisha Wedding merendahkan derajat perempuan. Dia pun melayangkan laporan ke Polda Metro Jaya, berbekal alat bukti seperti alamat situs yang sempat terpublikasi, layar tangkap situs dan pamflet yang tersebar ke rumah warga.
"Jelas melanggar undang-undang, karena kita mengatur tentang perlindungan anak, anak itu 18 tahun ya, jadi ada pelanggaran di situ. Dalam web itu tertulis bahwa cepat-cepatlah menikah agar tidak menjadi beban orang tua kalian. Dari pembentukkan opini, hingga mendiskreditkan perempuan," ujar dia, mengutip Antara, Rabu (10/2/2021)
Laporan tersebut telah polisi terima dengan nomor laporan TBL/800/II/Yan 2.5/2021/SPKT PMJ tanggal 10 Februari 2021. Adapun pasal yang jadi sangkaan, Tindak Pidana Tentang Informasi dan atau Transaksi Elektronik dan atau Tindak Pidana Tentang Perlindungan Anak dan atau Tindak Pidana Tentang Perkawinan Pasal 27 ayat (1) jo pasal 45 UU RI No.19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan atau UU RI No.35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan atau UU RI No.1 tahun 1974 tentang Perkawinan.