Impor sejuta ton beras adalah kebijakan kontradiktif dengan situasi pertanian dalam negeri yang sedang tumbuh signifikan.
PINUSI.COM – Impor sejuta ton beras, dinilai tidak masuk akal dan bukan solusi terbaik dalam memenuhi pangan di dalam negeri. Kebijakan ini di klaim menyayat hati para petani. Mengingat, produksi beras dalam negeri tahun 2019 mecapai 31,31 juta, kemudian meningkat lagi menjadi 31,33 juta ton di tahun 2020.
Hal ini disampaikan Kepala bidang Kajian Strategis dan Advokasi Perhimpunan Organisasi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia (DPP Popmasepi), Sahabudin Letsoin, dalam keterangan tertulisnya pada Selasa (16/3/2021).
Menurutnya, perkembangan sektor pertanian tumbuh signifikan menjadi semakin maju, mandiri dan modern. Dengan demikian, sudah cukup menjadi bukti bahwa Indonesia mampu wujudkan kedaulatan pangan tidak perlu melakukan impor.
Lebih lanjut dia menuturkan, pemerintah pun telah menciptakan inovasi dan konsep modern produksi pertanian melalui program food estate, yang hasilnya kini bisa dinikmati masyarakat Provinsi Kalimantan Tengah, yakni memasuki masa panen raya.
"Artinya, impor beras tahun 2021 ini tidak perlu dilakukan, karena sangat kontradiktif dengan data beras yang sangat meyakinkan dari pemerintah sendiri. Jika impor beras tetap dilakukan, maka akan berpengaruh terhadap ekuilibrium permintaan dan penawaran beras, dalam hal ini petani akan dirugikan karena harga beras mengalami penurunan," jelasnya.
Selain itu, sambung dia, Badan Pusat Statistik bahkan memprediksi produksi padi pada periode Januari-April 2021 mencapai 25,37 juta ton, atau mengalami peningkatan sebesar 5,37 juta ton (26,88 persen) dibandingkan tingkat produksi padi tahun 2020 di periode yang sama, yakni 19,99 juta ton.
"Angka proyeksi ini terbilang sangat signifikan, sehingga produksi beras sebesar 31,33 juta ton pada tahun 2020, secara optimis tentu akan mengalami kenaikan juga di tahun 2021," tutupnya.