Benci produk luar negeri, seruan yang digaungkan Presiden Jokowi merespons praktik dagang ilegal
PINUSI.COM – Benci produk luar negeri, lalu cintai produk dalam negeri. Percaya atau tidak, memang kalimat itu lah yang tercetus dari mulut Presiden Joko Widodo. Seperti bukan Jokowi—sapaan Presiden—saja, mengingat beliau adalah sosok penyabar dan tak suka banyak bicara.
Meluncurnya kalimat itu, adalah jargon dari gerakan kampanye yang ingin diinisiasi Jokowi. Kali pertama kalimat ini Jokowi gaungkan saat memimpin rapat kerja nasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) tahun 2021 di Istana Negara, Jakarta pada Kamis (4/3/2021) kemarin.
Jokowi turut menekankan bahwa kampanye seperti ini adalah hal yang perlu dan segera dilakukan, agar masyarakat Indonesia loyal terhadap hasil karya anak bangsa. "Ajakan-ajakan untuk cinta produk-produk kita sendiri, produk-produk Indonesia, harus terus digaungkan, produk-produk dalam negeri. Gaungkan juga benci produk-produk dari luar negeri. Sehingga, betul-betul masyarakat kita menjadi konsumen yang loyal sekali lagi untuk produk-produk Indonesia," cetus Jokowi.
Sikap ini tentu membuat banyak orang mengernyitkan dahi dan bertanya-tanya, apa sebab yang membuat Jokowi melontarkan kalimat itu. Mencoba meluruskan, Mendag Muhammad Lutfi pun buka suara.
Dia bilang, laporan darinya lah yang menyebabkan Jokowi melontarkan pernyataan itu. Karena laporan yang dia sampaikan ke Presiden memuat informasi yang menunjukkan adanya e-commerce asing yang menjual produk impor secara tidak sehat dan membunuh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) lokal.
Lebih lanjut dia menuturkan, e-commerce asing ini menjual barang-barang hasil meniru produksi UMKM dalam negeri. Selain itu, informasi lain yang Lutfi dapat menyebut bahwa e-commerce asing itu juga turut mempelajari apa yang disukai masyarakat Indonesia.
Lutfi menegaskan praktik perdagangan yang dilakukan e-commerce asing itu, adalah sebuah tindakan ilegal. “predatory pricing, jadi harga yang membunuh kompetisi. Ini menyebabkan kebencian pada produk asing, karena adanya perdagangan yang nggak adil, nggak menguntungkan dan nggak bermanfaat," demikian Lutfi sampaikan secara daring.