PINUSI.COM - Berdasarkan data yang dikeluarkan World Meteorological Organization (WMO) perihal WMO Global Annual to Decadal Climate Update 2022-2026, menunjukkan bahwa ada lonjakan tinggi pada suhu permukaan bumi yang akan naik lebih dari 1,5 derajat Celsius dalam rentang waktu 2022-2026.
Naiknya suhu bumi tersebut dipengaruhi oleh berbagai macam aktivitas yang dilakukan oleh manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil seperti minyak bumi dan batu bara, penggunaan alat elektronik, deforestasi hutan, proses industri, dll sehingga hal tersebut menghasilkan emisi karbon dioksida (CO2) yang dilepaskan ke atmosfer bumi dan menjadi salah satu penyebab utama perubahan iklim global.
Di bulan kedua tahun ini, pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI sudah mulai serius melakukan gerakan untuk mengurangi jumlah emisi karbon agar kelak bisa menjadi pengelolaan karbon biru yang berkelanjutan seperti yang dilakukan oleh PT PLN Nusantara Power.
"Jadi disini juga sudah mulai melakukan pengurangan emisi-emisi dari aktivitas kelautan dan diapresiasi oleh teman-teman Kementerian LH. KKP cukup maju dan perduli terhadap iklim, sebab itu kita punya Kepmen Nomor 52 Tahun 2024 tentang Peta Jalan Mitigasi Perubahan Iklim Sektor Kelautan dan Perikanan," tutur Muhammad.
Adanya Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021 serta harga pajak karbon yang jauh lebih mahal jika dibandingkan dengan perdagangan karbon itu sendiri, memicu banyak perusahaan-perusahaan yang tidak mencapai target atas emisinya wajib mencari karbon yang diperjual belikan.
Oleh sebab itu pihak kementerian yang dipimpin oleh Sakti Wahyu Trenggono sangat serius dalam hal pengelolaan karbon biru yang berkelanjutan sehingga memiliki potensi nilai ekonomi lebih yang tidak hanya sebatas pada Keputusan Menteri (Kepmen) yang ia keluarkan pada tahun lalu, akan tetapi juga terbitnya peraturan baru di tahun ini yakni PermenKP Nomor 1 Tahun 2025.
"Setahu saya ya, KKP yang paling awal menyusun soal perdagangan nilai ekonomi karbon selain ada beberapa kementerian lain yang juga melakukan hal serupa. Lalu terkait dengan PermenKP Nomor 1 Tahun 2025 adalah peraturan tentang tata cara penyelenggaraan nilai ekonomi karbon sektor kelautan. Jadi bagaimana karbon biru tersebut, nanti bisa kita kelola dan bisa diperjual belikan ke depannya," lanjut Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP, Muhammad Yusuf di Jakarta, Kamis (6/2/2025).
Dengan mengurangi jumlah emisi karbon dioksida (CO2) pada semua aktivitas, berarti secara tidak langsung ikut menjaga iklim di bumi secara global. Perdagangan karbon atau pengolahan karbon biru dapat dilakukan baik di dalam negeri maupun luar negeri dengan metodologi dan verifikasi yang jelas. Dan sebagai langkah awal dalam perdagangan karbon biru, KKP telah menyusun roadmap mitigasi perubahan iklim dari sektor kelautan.
"Ada metodologi untuk menghitung berapa upaya yang kita lakukan dalam pengurangan emisi dari karbon biru, itu yang bisa diperjual belikan. Kemudian, biar terjadi perdagangannya jelas maka ada sertifikat namanya SPEI (sertifikat pengurangan emisi Indonesia) dimana harus bisa diukur berapa dan diverifikasi, baru masuk ke KSRN untuk dicatat. Sebenarnya lerdagangan karbon itu dikontrol oleh dunia dimana ada IPCC sebagai guideline nya, ada UNFCCC yang sebenarnya mengontrol itu sementara Indonesia ada namanya NDC (Nationally Determined Contribution) untuk menerapkan target pengurangan emisi," jelasnya.
"Dari sektor kelautan ada beberapa aktivitas yang bisa mengurangi emisi misalnya perikanan tangkap, dengan kebijakan pak Menteri yang PIT itu kan berarti ada pengurangan emisi pada pergerakan kapal dari wilayah satu ke wilayah lain yang menggunakan bahan bakar cukup besar. Kemudian perikanan budidaya, mereka menggunakan solar cell atau angin untuk kincir airnya. Ada juga revitalisasi tambak modern yang tidak lagi mengeluarkan emisi, penanaman mangrove yang menyerap CO2 dan sosialisasi PermenKP yang baru ke pemda-pemda di pesisir," paparnya.