PINUSI.COM - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) bakal kembali melaporkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Firli Bahuri kepada Dewan Pengawas (Dewas) KPK, terkait dugaan pelanggaran kode etik.
Laporan tersebut dilayangkan Koordinator MAKI Boyamin Saiman, setelah Firli Bahuri membawa dokumen penyidikan kasus yang bersifat rahasia ke sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jumat (15/12/2023).
Boyamin menjelaskan, dirinya bakal melaporkan dugaan pelanggaran kode etik, ketika dipanggil sebagai saksi dalam sidang Dewas KPK pada Jumat (22/12/2023) mendatang.
"Saya berencana hari Jumat kan dipanggil sebagai saksi sidang Dewas, sekalian saya akan laporkan dugaan kebocoran informasi membawa dokumen ini," kata Saiman, Sabtu (16/12/2023).
Boyamin menyebut, aksi membawa dokumen rahasia yang dilakukan Firli ke sidang praperadilan dirinya itu tidak bisa dibiarkan.
Seharusnya, kata Boyamin, dokumen penyidikan tak boleh disalahgunakan, terutama oleh tersangka korupsi.
"Menurut saya, Pak Firli keterlaluan. Hanya membela diri saja sampai harus membuka hal-hal yang sifatnya rahasia."
"Jadi menurut versi saya, Pak Firli mementingkan dirinya sendiri dibandingkan KPk dan pemberantasan korupsi dalam arti luas."
"Karena, kalau dibiarkan, nanti semuanya, pensiun atau tidak di KPK lagi, membawa semua berkas, dipakai dan disalahgunakan lebih celaka lagi."
"Kalau oknumnya nakal, itu bisa pemerasan dan akan menghancurkan tata kelola korupsi kita," tutur Boyamin.
Dia melihat, seharusnya Firli Bahuri berfokus pada alat bukti terkait perkara yang tengah menjeratnya.
"Kalau praperadilan, ya fokus saja tentang alat bukti, terkait perkaranya, dugaan pemerasan SYL," ucap Boyamin.
Sebelumnya, Tim Advokasi Bidang Hukum Polda Metro Jaya (Bidkum PMJ) mempermasalahkan pengacara Firli Bahuri yang membawa bukti dokumen penanganan kasus dugaan korupsi di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan (Kemenhub).
Bukti tersebut dibawa dalam sidang praperadilan yang diajukan Ketua KPK nonaktif Firli Bahuri di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, karena tak terima atas penetapan dirinya sebagai tersangka oleh PMJ.
Tim Advokasi Bidkum PMJ menilai, bukti tersebut tidak ada relevansinya dengan perkara Firli yang tengah diuji di praperadilan. Mereka menanyakan hal tersebut kepada ahli.
"Ada beberapa dokumen dijadikan barbuk dan kami sudah punya 159 barbuk yang tentunya nanti diuji di sidang pokok perkara, bukan praperadilan."
"Tapi, pemohon menyampaikan barbuk yang menurut kami tidak ada korelasinya dengan yang sedang dibahas di sidang praperadilan," ucap Kabidkum PMJ Kombes Putu Putera Sadana.
Menurut Putu, bukti yang dinilai tak ada korelasinya tersebut adalah P26 dan P27. Di mana, P26 daftar hadir dan kesimpulan dan seterusnya tentang OTT DJKA. Putu menyebut, hal itu tidak linear dengan apa yang tengah dibahas.
"Karena petitum yang bersangkutan salah satunya penetapan tersangka tidak sah. Apakah dokumen ini termasuk dokumen negara yang perlu dirahasiakan atau tidak? Karena dalam kepolisian dirahasiakan," jelas Putu.
Selain itu, Putu menyebut, P37 yang hampir semua terkait DJKA dijadikan sebagai barbuk (barang bukti). Dia juga menanyakan terkait korelasinya dengan kasus yang tengah dibahas. (*)