search:
|
PinFood&Travel

Perkembangan Budaya Ngeteh di Balik Tren Teh Solo

ragil dwisetya utami/ Rabu, 22 Mei 2024 11:00 WIB
Perkembangan  Budaya Ngeteh di Balik Tren Teh Solo

Teh hitam memiliki sejumlah manfaat untuk kesehatan, salah satunya meningkatkan imunitas. (Foto: Freepik/azerbaijan_stockers)


PINUSI.COM - Meningkatnya popularitas teh solo sebagai tren ngeteh ini menjadi kental di Indonesia disamping budaya ngopi. Bahkan, teh solo banyak dikemas menjadi gerai minuman kekinian dengan beragam merek. Mengutip dari ekon.go.id, Indonesia memiliki luas lahan perkebunan teh terbesar kelima di dunia dengan luas sebesar 107.905 hektare (2020). Jumlah produksi teh Indonesia pun berada di peringkat ke-8 dunia, yakni sebesar 138.323 ton di tahun tersebut.

Mengutip dari laman Kemenparekraf, tepatnya pada 1827, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda mulai membudidayakan teh dalam jumlah besar. Tidak tanggung-tanggung, di masa tersebut pun pemerintah mendatangkan bibit teh dari Tiongkok untuk ditanam di Kebun Percobaan Cisurupan, Jawa Barat. Hingga akhirnya, tanaman teh semakin berkembang di Pulau Jawa.

Berawal dari situ, akhirnya teh menjadi salah satu yang wajib ditanam oleh masyarakat Indonesia. Baik di tanah milik pribadi maupun di tanah sewaan. Meski terkesan “memaksa”, namun sejak saat itu teh mulai menjadi bagian hidup masyarakat. Dengan kata lain, seluruh masyarakat bisa menikmati teh dengan bebas tanpa ada batasan umur dan kelas sosial.

Selain di Kota Solo, tren budaya ngeteh juga muncul di berbagai daerah di Indonesia. Satu di antaranya ada di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Berbeda dengan Solo, Yogyakarta punya upacara tradisi minum teh tradisional yang dinamakan tradisi Patehan.

Tradisi Patehan dilakukan untuk menjamu keluarga, kerabat, maupun tamu-tamu Sultan. Meski saat ini Patehan sudah tidak disajikan untuk Raja, namun tradisi ini masih tetap dipertahankan dan dilakukan secara rutin setiap hari. Budaya ngeteh juga dilakukan di Tegal, Jawa Tengah.

Sebagai salah satu daerah penghasil teh, Tegal memilih tradisi menyajikan teh di dalam poci yang terbuat dari tanah liat. Tradisi teh poci di Tegal merupakan perpaduan seduhan teh kental dengan campuran gula batu. Saat disajikan, teh poci menciptakan cita rasa teh nasgitel, alias panas, legi (manis), dan kenthel (kental). 

Tidak kalah menarik, masyarakat Betawi juga memiliki tradisi budaya minum teh yang unik, yakni tradisi Nyahi, sebuah tradisi minum teh pada pagi maupun sore hari. Tak hanya menyeruput teh tubruk dalam teko kaleng, tradisi minum teh ini juga ditemani dengan gula kelapa.

Uniknya, gula kelapa tidak dicampur dalam teh, melainkan digigit terlebih dulu dan dilanjutkan dengan seruput teh tawar hangat.




Editor: Cipto Aldi
Penulis: ragil dwisetya utami

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook